Asuransi Mobil Otomate

Paket asuransi Mobil terlengkap dari ACA asuransi yang menyediakan mobil pengganti.

Asuransi Pengangkutan (Marine Cargo)

Asuransi pengangkutan ACA menawarkan proteksi lengkap terhadap risiko-risiko yang mengancam barang Anda yang diangkut baik melalui darat, laut, maupun udara..

Kamis, 17 Mei 2018

Prospek Cerah, Perusahaan Asuransi Umum Genjot Segmen Ritel


Pasar asuransi umum yang menyasar segmen ritel diprediksi terus tumbuh karena didorong oleh peningkatan daya beli masyarakat. Sejumlah perusahaan yang awalnya fokus di segmen korporat pun kini mulai melirik pasar ini.

Dody A.S. Dalimunthe Executive Director Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan segmen ritel akan berkontribusi besar terhadap kinerja asuransi umum tahun ini. Apalagi, perusahaan makin gencar meluncurkan produk asuransi yang menyasar pasar ritel.

“Yang pasti dengan semakin banyaknya produk-produk asuransi ke ritel yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan asuransi umum, maka akan meningkatkan pertumbuhan segmen ritel. Hal tersebut sangat memungkinkan didukung dengan maraknya pemasaran melalu jaringan digital dan teknologi finansial,” kata Dody kepada Kontan.co.id, Selasa (15/5).

Menurutnya, segmen ritel mempunyai sejumlah kelebihan ketimbang korporat atau perusahaan. Pertama, nilai pertanggungan ritel relatif kecil, sehingga dalam pencatatan hasil underwriting akan lebih menguntungkan.

Kemudian, segmen ritel sendiri, lebih banyak memanfaatkan kapasitas retensi. Retensi adalah risiko yang ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi dan tidak dilimpahkan kepada perusahaan reasuransi atau perusahaan asuransi lain.

Menurutnya, dengan skema retensi tersebut bisa memangkas trasaksi reasuransi ke luar negeri dan ini menguntungkan transaksi keuangan nasional. Karena dengan ini bisa menekan larinya premi ke luar negeri dan untuk mendukung reasuransi dalam negeri.

Sayangnya, asuransi di pasar ritel di Indonesia masih menghadapi kendala, di antaranya, belum ada kewajiban kepemilikan asuransi untuk kendaraan bermotor dan properti. Padahal, kedua lini bisnis ini berkontribusi besar bagi pendapatan premi asuransi umum di Indonesia.

Hal ini perparah, oleh kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengikuti asuransi juga masih rendah. Di beberapa negara lain bahkan telah mewajibkan adanya asuransi kebakaran dan asuransi kendaraan.

“Di negara lain ada asuransi kebakaran saat akan membangun rumah dan juga asuransi kendaraan bermotor saat membeli kendaraan,” pungkasnya.

Merujuk data AAUI hingga akhir 2017, tercatat bahwa segmen ritel hanya berkontribusi 20% dari total pendapatan premi asuransi umum di Indonesia. Asuransi umum sendiri, mempunyai lini bisnis seperti asuransi properti, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan diri, asuransi kesehatan, asuransi aneka dan lainnya.



sumber: kontan 

Senin, 14 Mei 2018

Pemasaran Asuransi Terorisme & Sabotase Stagnan


Pemasaran asuransi terorisme dan sabotase dinilai stagnan dalam dua tahun terakhir.

Rismauli Silaban, Chief Underwriting Officer PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance), mengatakan pemasaran produk tersebut melalui perusahaannya masih terbilang masih sangat kecil. Bahkan, pemasaran produk itu tidak mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir.

"Permintaan produk terorisme dan sabotase dalam dua tahun terakhir tidak mengalami pertumbuhan," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (14/5/2018) malam.

Menurut Rismauli, sejumlah kalangan memang belum merasa membutuhkan produk tersebut. Sebagian lainnya, terkendala dengan biaya sehingga belum memanfaatkan proteksi dari produk itu.

Namun, dia mengakui ada potensi pemasaran produk itu juga dihadapkan pada minimnya pengetahuan masyarakat tentang hadirnya jenis proteksi tersebut.

"Mungkin ada juga yang kurang tahu bahwa ada asuransi untuk terorisme dan sabotase," terang Rismauli.

Terpisah, Ketua Dewan Pengurus Konsorsium Pengembangan Industri Asuransi Indonesia Terorisme-Sabotase (KPIAI-TS) Robby Loho menyatakan realisasi premi dari produk itu secara umum terus mengalami penurunan. Pada tahun lalu, konsorsium hanya meraup premi sekitar Rp6 miliar.

“Pada 2017, realisasi premi konsorsium turun sedikit, paling 10%,” sebutnya.

Kendati begitu, Roby menjelaskan rasio klaim produk ini pun nihil. Kondisi ini juga menyebabkan pemasaran produk tersebut mengalami penurunan.

sumber: bisnis